img by wikipedia |
Tapi apakah dokter di Indonesia seperti itu? entahlah! saya harus menghela napas kalau melihat Dokter dari Indonesia. Saya kadang benci melihatnya. Mereka menyandang jabatan sebagai dokter hanya sebuah pekerjaan. Kurangnya rasa tanggung jawab bahwa setiap orang sakit hidupnya ada ditangnnya walaupun memang ditentukan oleh yang Maha Kuasa.
Tahukah anda kenapa saya sampai sekarang kurang respek sama Dokter? Beberapa tahun yang lalu Ibu saya sakit. Saat USG sang dokter yang melakukan pemeriksaan bahwa Ibuku menderita penyakit Batu Ginjal. Tapi mereka juga bilang kurang pasti. Harus melakukan Endoscopy. Saat kami tanya kapan bisa Endoscopy? Harus menunggu 2 hari lagi. Karena saat itu hari sabtu, kebetulan tanggal satu januari. Bayangkan Ibuku masuk rumah sakit tanggal 01 Januari. Mengingat itu saya selalu menteskan air mata. Saat orang merayakan tahun barua. Kami berada dirumah sakit. Saya tidak menyalahkan Ibu saya yang sedang sakit. Yang saya salahkan adalah Saat Pasien membutuhkan para Dokter mereka tidak ada dengan alasan Tahun Baru an. Saya tahu mereka juga ingin merasakan tahun baruan bersama keluarganya. Tapi apakah mereka sudah disumpah untuk bertanggung jawab atas jabatan yang disandangnya?
Tanggal 1 Januari, Ibuku melakukan USG. Dimana mereka mengatakan ada batu ginjal dalam tubuhnya. Kemudian mengatakan harus di Endoscopy untuk memastikannya. Kami tidak masalah harus mengeluarkan biaya cukup besar. Asalkan segera tahu apa penyakitnya. Karena banyak sekali kejadian, karena Sang Yang Mulia Dokter sering berada diluar kota, atau sedang berada jauh dirumah sakit lan dan berada di kliniknya membuat sang pasien harus menunggu lama kepastian penyakit yang dideritanya. Jadilah Dokter Umum memberikan Obat sesuai pengetahuannya. Namun saat Dokter Umum tak dapat memastikan penyakit sang Pasien. Apakah mereka tidak takut memberikan Obat yang salah. Setelah Dokter yang lain datang dan melakukan pemeriksaan, hasil risetnya pun beda. Kemudia memberikan Obat yang Lain. Siapa yang dikorbankan? Pasien selalu dikorbankan. Iya, kami sangat menghormi anda yang Mulia Dokter. Tugasmu sangat berat. Apakah benar kalian mengeluarkan biaya besar untuk menjadi seorang Dokter? Sehingga anda pun harus melakukan pekerjaan dalam beberapa tempat. Bahkan membuka klinik sendiri? Tolong Yang Mulia Dokter, walaupun anda bekerja dalam beberapa rumah sakit atau memiliki klinik sendiri. Setidaknya jangan membuat pasien menunggu terlalu lama. Menunggu lama dan merasakan kesakitan. Menunggu obat yang benar bukan memakan obat yang salah.
Pada Suatu malam, saat itu kalau saya tidak salah pukul 6.30 WIB sehabis makan malam bagi pasien. Aku saat itu sedang mandi malam, Ibuku sedang sakit dan Adik perempuanku bersamanya. Tapi begitu selesai mandi, aku melihat Ibuku meriang. Merasakan kedinginanan yang sangat dingin. Aku bahkan tidak berani menyentuhnya. Aku melihat adikku datang memanggil perawat. Aku hanya memandangnya. Wajah Ibuku yang merasakan saki diperutnya. Katanya Tubuhnya panas dingin, dan seolah perutnya menyesak ke paru-parunya.
Tahukah Kalian! Perawatnya datang berjalan pelan. Saat itu saya segera menendang pantat perawatnya agar cepat berjalan bahwa pasiennya sangat membutuhkannya. Dokter yang berjaga pun belum juga datang sedangkan Ibuku terus merasakan tubuhnya kedinginan. Bahkan dalam pikiranku tumbuh pikiran jahat, pikiran yang aneh-aneh. Saya pikir kalian mengerti apa yang saya pikirkan saat itu.
Setelah Dokter datangnya. Dia pun datang dengan santainya. Kemudian melihat wajahnya, saya sangat membencinya waktu itu. Raut wajahnya bagaikan tidak perduli pada Ibuku. Saya yakin dia dokter yang bodoh tidak mengerti apa-apa.
Tapi itu sudah lewat. Dokter tetaplah Dokter. Mudah-mudahan Dokter sekarang memang benar mempunyai rasa tanggung jawab yang besar pada pasiennya.
img by wikipedia |
Tapi apakah dokter di Indonesia seperti itu? entahlah! saya harus menghela napas kalau melihat Dokter dari Indonesia. Saya kadang benci melihatnya. Mereka menyandang jabatan sebagai dokter hanya sebuah pekerjaan. Kurangnya rasa tanggung jawab bahwa setiap orang sakit hidupnya ada ditangnnya walaupun memang ditentukan oleh yang Maha Kuasa.
Tahukah anda kenapa saya sampai sekarang kurang respek sama Dokter? Beberapa tahun yang lalu Ibu saya sakit. Saat USG sang dokter yang melakukan pemeriksaan bahwa Ibuku menderita penyakit Batu Ginjal. Tapi mereka juga bilang kurang pasti. Harus melakukan Endoscopy. Saat kami tanya kapan bisa Endoscopy? Harus menunggu 2 hari lagi. Karena saat itu hari sabtu, kebetulan tanggal satu januari. Bayangkan Ibuku masuk rumah sakit tanggal 01 Januari. Mengingat itu saya selalu menteskan air mata. Saat orang merayakan tahun barua. Kami berada dirumah sakit. Saya tidak menyalahkan Ibu saya yang sedang sakit. Yang saya salahkan adalah Saat Pasien membutuhkan para Dokter mereka tidak ada dengan alasan Tahun Baru an. Saya tahu mereka juga ingin merasakan tahun baruan bersama keluarganya. Tapi apakah mereka sudah disumpah untuk bertanggung jawab atas jabatan yang disandangnya?
Tanggal 1 Januari, Ibuku melakukan USG. Dimana mereka mengatakan ada batu ginjal dalam tubuhnya. Kemudian mengatakan harus di Endoscopy untuk memastikannya. Kami tidak masalah harus mengeluarkan biaya cukup besar. Asalkan segera tahu apa penyakitnya. Karena banyak sekali kejadian, karena Sang Yang Mulia Dokter sering berada diluar kota, atau sedang berada jauh dirumah sakit lan dan berada di kliniknya membuat sang pasien harus menunggu lama kepastian penyakit yang dideritanya. Jadilah Dokter Umum memberikan Obat sesuai pengetahuannya. Namun saat Dokter Umum tak dapat memastikan penyakit sang Pasien. Apakah mereka tidak takut memberikan Obat yang salah. Setelah Dokter yang lain datang dan melakukan pemeriksaan, hasil risetnya pun beda. Kemudia memberikan Obat yang Lain. Siapa yang dikorbankan? Pasien selalu dikorbankan. Iya, kami sangat menghormi anda yang Mulia Dokter. Tugasmu sangat berat. Apakah benar kalian mengeluarkan biaya besar untuk menjadi seorang Dokter? Sehingga anda pun harus melakukan pekerjaan dalam beberapa tempat. Bahkan membuka klinik sendiri? Tolong Yang Mulia Dokter, walaupun anda bekerja dalam beberapa rumah sakit atau memiliki klinik sendiri. Setidaknya jangan membuat pasien menunggu terlalu lama. Menunggu lama dan merasakan kesakitan. Menunggu obat yang benar bukan memakan obat yang salah.
Pada Suatu malam, saat itu kalau saya tidak salah pukul 6.30 WIB sehabis makan malam bagi pasien. Aku saat itu sedang mandi malam, Ibuku sedang sakit dan Adik perempuanku bersamanya. Tapi begitu selesai mandi, aku melihat Ibuku meriang. Merasakan kedinginanan yang sangat dingin. Aku bahkan tidak berani menyentuhnya. Aku melihat adikku datang memanggil perawat. Aku hanya memandangnya. Wajah Ibuku yang merasakan saki diperutnya. Katanya Tubuhnya panas dingin, dan seolah perutnya menyesak ke paru-parunya.
Tahukah Kalian! Perawatnya datang berjalan pelan. Saat itu saya segera menendang pantat perawatnya agar cepat berjalan bahwa pasiennya sangat membutuhkannya. Dokter yang berjaga pun belum juga datang sedangkan Ibuku terus merasakan tubuhnya kedinginan. Bahkan dalam pikiranku tumbuh pikiran jahat, pikiran yang aneh-aneh. Saya pikir kalian mengerti apa yang saya pikirkan saat itu.
Setelah Dokter datangnya. Dia pun datang dengan santainya. Kemudian melihat wajahnya, saya sangat membencinya waktu itu. Raut wajahnya bagaikan tidak perduli pada Ibuku. Saya yakin dia dokter yang bodoh tidak mengerti apa-apa.
Tapi itu sudah lewat. Dokter tetaplah Dokter. Mudah-mudahan Dokter sekarang memang benar mempunyai rasa tanggung jawab yang besar pada pasiennya.
0 Response to "Emergency Couple - Dokter Baik Versus Dokter Jahat"
Post a Comment